Prioritas Pendidikan Dalam Islam

on Jumat, 09 Oktober 2015


Prioritas Pendidikan Dalam Islam
oleh : Alawy Assyihab
Eksistensi suatu peradaban ditentukan oleh kamapanan suatu pendidikan. Bahkan bisa dibilang pendidikan merupakan aspek pokok yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan. Berangkat dari suatu konsep pendidikan yang benar, akan melahirkan suatu bangsa yang maju.
Ada suatu qaul yang mengatakan bahwa:
اطلب العلم من المهد اللحد
“tuntutlah ilmu mulai dari buaian ibu sampai masuk keliang lahat”
Dari qaul di atas bisa diidentifikasi, bahwa pendidikan harus sudah diterima oleh anak semenjak ia masih kecil atau masih dalam asuhan Ibu berlajut sampai ia dewasa dan meninggal.
            Selain itu, pendidikan anak usia dini menjadi penting. Sebab, dalam rangka membangun masyarakat yang ideal perlu ada suatu pengawasan terhadap perkembangan anak semanjak usia dini dan menjaganya agar tidak terpengaruh dengan budaya-budaya yang buruk. Sejarah pun telah mencatat bagaimana peran generasi muda terhadap keberhasilan suatu perjuangan.
            Hanya saja, muncul suatu permasalahan dalam system pendidikan yang diterapkan oleh masyarakat. Mayoritas masyarakat belum memahami prihal adanya skala proritas dalam pendidikan anak. Kebanyakan para orang tua dan pendidik lebih memprioritaskan pendidikan dalam dalam sisi duniawi. Bisa jadi ini disebabkan oleh sikap hedonisme yang muncul sebab globalisasi. Hedonisme sendiri merupakan suatu sikap yang menganggap bahwa materi adalah pokok dari kebahagiaan. Sehingga mereka tidak memperdulikan apa yang dia lakukan bisa merugikan orang lain atau tidak.
            Padahal selain itu masih ada pendidikan yang harus lebih diprioritaskan. Salah satunya adalah pendidikan karakter (budi pekerti). Umar Ahmad Baradja dalam kitab al-akhlak Lil Banin bercerita:
            Suatu hari Ahmad beserta Bapaknya bertamasya disebuah kebun (taman). Ahmad melihat setangkai bunga mawar yang indah. Akan tetapi, tangkai bunga tersebut bengkok.  Maka Ahmad berkata: betapa indahnya bunga ini. Tetapi, kenapa wahai bapakku ia bengkok? Bapaknya berkata: karena sesungguhnya tukang kebun tidak memperhatikan pada pertumbuhannya sejak kecil, maka jadilah bengkok. Ahmad berkata: alangkah lebih baiknya kita memperbaikinya sekarang. Bapaknya pun tertawa, kemudian berkata: tidak semudah itu wahai anakku, karena sesungguhnya ia sudah besar dan batangnya sudah mengeras.
Maka, seperti itulah gambaran seorang anak yang tidak dididik dengan budi pekerti yang baik sejak masih kecil. Tidak mungkin ia akan berbudi luhur ketika dewasa nanti. Sungguh begitu penting pendidikan karakter dalam pertumbuhan seorang anak. Maka tidak salah kalau pendidikan harus mendapat prioritas utama.
Makna Pendidikan Karakter
            Abdullah Nashih `Ulwan dalam kitab Tarbiyatul Aulad Fil Islam berpendapat pendidikan karakter adalah kumpulan dasar-dasar pendidikan budi pekerti serta keutamaan sikap dan watak yang wajib dimiliki oleh seorang anak dan dijadikan kebiasaannya semenjak usia tamyis hingga ia menjadi mukallaf (baliq). Hal ini terus berlanjut secara bertahap hingga sampai pada fase dewasa. Sehingga ia siap untuk mengarungi lautan kehidupan.  
            Tidak diragukan lagi bahwa keluhuran akhlak, tingkah laku dan watak adalah buah dari keimanan yang tertanam dalam pendidikan agama yang benar. Jika seorang anak kecil  tumbuh atas dasar keimanan kepada Allah SWT, terdidik atas dasar rasa takut kepadanya, merasa selalu mendapat pengawasan darinya, bergantung kepadanya, meminta pertolongan kepadanya, dan berserah diri kepadanya. Maka akan terjaga dalam dirinya kefitrahan. Sebab, kuatnya agama yang mengakar dalam sanubarinya dan perasaan selalu diawasi oleh Allah SWT telah tertanam dalam hati. Semua itu akan menjadi suatu filter dalam diri anak tersebut terhadap sifat-siafat tercela dan mengikuti suatu kebiasaan jahiliyah yang buruk. Bahkan menerima suatu kebaikan menjadi hal biasa, serta kecintaannya terhadap suatu hal yang mulia menjadi tujuan utama dalam hidupnya.
             Akan tetapi, ketika pendidikan terhadap anak itu jauh dari tuntunan akidah Islam (keimanan), hanya sekedar arahan agama, hubungan manusia dan Allah SWT. Tanpa menanamkan suatu akidah yang kuat. Maka anak tersebut akan tumbuh di atas kefasikan, penyimpangan dan kesesatan. Sebab ia mungkin akan mudah goyah keimanannya ketika mendapat suatu cobaan dari Allah SWT. Bahkan hawa nafsu pun mudah untuk menuntunnya untuk berbuat suatu kejelekan dan mengikuti bisikan-bisikan setan.
            Dalam suatu dijelaskan :
حق الولد على والده ان يحسن اسمه ويحسن موضعه ويحسن ادبه (رواه البيهقى(
                “ Yang termasuk hak dari seorang anak atas adalah memberi nama yang baik, memberinya tempat yang baik, dan mengajarinya budi pekerti” (HR. Baihaqi)
Berdasarkan hadis di atas dapat disimpulkan bahwa para pendidik terutama orang tua memiliki tanggung jawab yang besar dalam mendidik anak untuk mengajarinya kebaikan dan prinsip-prinsip kesopanan.
            Para pendidik memiliki tanggung jawab dalam pendidikan anak mulai dari pembentukan akhlak semenjak mereka kecil, seperti kejujuran, amanah, tolong menolong, menghormati orang tua dan lain-lain.
Perbuatan Buruk
            Abdullah Nashih `Ulwan dalam Tarbiyatul Aulad Fil Islam mengutarakan bahwa pendidikan yang baik menurut pandangan Islam yaitu ketika pendidikan tersebut menitik beratkan terhadap suatu perhatian dan pengawasan terhadap pertumbuhan Anak. Maka sudah seharusnya pada orang tua dan pendidik dan siapa pun yang menjadi pemerihati pendidikan dan akhlak untuk menghindarkan anak pada empat hal yang dibawah ini sebab merupakan perbuatan yang paling buruk, yaitu:
1.      Suka Berbohong
2.      Suka Mencuri
3.      Suka Mencaci dan Mencela
4.      Kenakalan dan penyimpangan.
Di antara empat kebisaan buruk di atas, kebiasaan suka berbohong merupakan akhlak yang paling tercela. Sebab, sifat pembohong termasuk dalam tanda-tanda orang munafik. Seperti yang dijelaskan dalam suatu hadis:
 عن أبي هريرة عن النبي صلى الله عليه و سلم قال : آية المنافق ثلاث إذا حدث كذب وإذا وعد أخلف وإذا اؤتمن خان.
“ tanda-tanda orang munafik itu ada tiga: ketika berkata ia bohong, ketika berjanji ia ingkar, dan ketika dipercaya ia berkhianat”
Setelah kita melihat dampak yang bisa ditimbulkan oleh berbohong. Maka tidak ada alasan bagi para pendidik untuk menjauhkan anak-anak dari sifat pembohong. Meskipun itu sifatnya untuk kebaikan, seperti menenangkan ketiak menangis, menenangkan suatu perkara kepadanya, atau menenangkan ketika  marah. Jika para pendidik melakukan hal-hal tersebut, maka sebenarnya mereka telah membiasakan mereka untuk melakukan hal-hal yang buruk berupa sebuah kebohongan. Disamping itu, kebohongan akan melemahkan suatu kepercayaan diri dan melemahkan kepercayaannya di masyarakat.
Setelah kita mengetahui bagaiman perlunya memahami konsep pendidikan yang diajarkan Islam, khususnya pendidikan karakter. Sebeb, ketika kita lalai dalam mendidik akhlak putra-putri kita, maka mereka akan melakukan penyimpangan dan prilaku yang buruk. Kemudian merekan akan menjadi suatu acaman bagi keamanan dan ketentraman di tengah masyarakat.
Oleh karena itu, hendaknya kita selalu menanamkan keimanan yang kuat dalam mendidik anak. Laksanakanlah kewajiban, kerahkanlah semua kekuatan dan laksanakanlah tanggung jawab yang dibebankan kepada kita. Manakala kewajiban tersebut terlaksana dengan baik, maka kita akan melihat anak-anak kita tumbuh menjadi bunga yang wangi di dalam keluarga, bulan purnama yang bersinar terang di tengah masyarakat, dan seperti malaikat yang berjalan di muka bumi dengan tenang.