Prioritas Pendidikan Dalam Islam
oleh : Alawy Assyihab
Eksistensi
suatu peradaban ditentukan oleh kamapanan suatu pendidikan. Bahkan bisa
dibilang pendidikan merupakan aspek pokok yang tidak bisa dipisahkan dari
kehidupan. Berangkat dari suatu konsep pendidikan yang benar, akan melahirkan
suatu bangsa yang maju.
Ada
suatu qaul yang mengatakan bahwa:
“tuntutlah ilmu mulai dari buaian ibu sampai
masuk keliang lahat”
Dari qaul di atas bisa diidentifikasi, bahwa pendidikan harus sudah
diterima oleh anak semenjak ia masih kecil atau masih dalam asuhan Ibu berlajut
sampai ia dewasa dan meninggal.
Selain itu,
pendidikan anak usia dini menjadi penting. Sebab, dalam rangka membangun
masyarakat yang ideal perlu ada suatu pengawasan terhadap perkembangan anak
semanjak usia dini dan menjaganya agar tidak terpengaruh dengan budaya-budaya
yang buruk. Sejarah pun telah mencatat bagaimana peran generasi muda terhadap
keberhasilan suatu perjuangan.
Hanya saja, muncul
suatu permasalahan dalam system pendidikan yang diterapkan oleh masyarakat.
Mayoritas masyarakat belum memahami prihal adanya skala proritas dalam
pendidikan anak. Kebanyakan para orang tua dan pendidik lebih memprioritaskan
pendidikan dalam dalam sisi duniawi. Bisa jadi ini disebabkan oleh sikap hedonisme
yang muncul sebab globalisasi. Hedonisme sendiri merupakan suatu sikap yang
menganggap bahwa materi adalah pokok dari kebahagiaan. Sehingga mereka tidak
memperdulikan apa yang dia lakukan bisa merugikan orang lain atau tidak.
Padahal selain itu
masih ada pendidikan yang harus lebih diprioritaskan. Salah satunya adalah
pendidikan karakter (budi pekerti). Umar Ahmad Baradja dalam kitab al-akhlak
Lil Banin bercerita:
Suatu hari Ahmad
beserta Bapaknya bertamasya disebuah kebun (taman). Ahmad melihat setangkai
bunga mawar yang indah. Akan tetapi, tangkai bunga tersebut bengkok. Maka Ahmad berkata: betapa indahnya bunga ini.
Tetapi, kenapa wahai bapakku ia bengkok? Bapaknya berkata: karena sesungguhnya
tukang kebun tidak memperhatikan pada pertumbuhannya sejak kecil, maka jadilah
bengkok. Ahmad berkata: alangkah lebih baiknya kita memperbaikinya sekarang.
Bapaknya pun tertawa, kemudian berkata: tidak semudah itu wahai anakku, karena
sesungguhnya ia sudah besar dan batangnya sudah mengeras.
Maka, seperti itulah gambaran seorang anak yang tidak dididik
dengan budi pekerti yang baik sejak masih kecil. Tidak mungkin ia akan berbudi
luhur ketika dewasa nanti. Sungguh begitu penting pendidikan karakter dalam
pertumbuhan seorang anak. Maka tidak salah kalau pendidikan harus mendapat
prioritas utama.
Makna Pendidikan Karakter
Abdullah Nashih
`Ulwan dalam kitab Tarbiyatul Aulad Fil Islam berpendapat pendidikan
karakter adalah kumpulan dasar-dasar pendidikan budi pekerti serta keutamaan
sikap dan watak yang wajib dimiliki oleh seorang anak dan dijadikan
kebiasaannya semenjak usia tamyis hingga ia menjadi mukallaf (baliq). Hal ini
terus berlanjut secara bertahap hingga sampai pada fase dewasa. Sehingga ia
siap untuk mengarungi lautan kehidupan.
Tidak diragukan
lagi bahwa keluhuran akhlak, tingkah laku dan watak adalah buah dari keimanan
yang tertanam dalam pendidikan agama yang benar. Jika seorang anak kecil tumbuh atas dasar keimanan kepada Allah SWT,
terdidik atas dasar rasa takut kepadanya, merasa selalu mendapat pengawasan
darinya, bergantung kepadanya, meminta pertolongan kepadanya, dan berserah diri
kepadanya. Maka akan terjaga dalam dirinya kefitrahan. Sebab, kuatnya agama
yang mengakar dalam sanubarinya dan perasaan selalu diawasi oleh Allah SWT
telah tertanam dalam hati. Semua itu akan menjadi suatu filter dalam diri anak
tersebut terhadap sifat-siafat tercela dan mengikuti suatu kebiasaan jahiliyah
yang buruk. Bahkan menerima suatu kebaikan menjadi hal biasa, serta
kecintaannya terhadap suatu hal yang mulia menjadi tujuan utama dalam hidupnya.
Akan tetapi, ketika pendidikan terhadap anak
itu jauh dari tuntunan akidah Islam (keimanan), hanya sekedar arahan agama,
hubungan manusia dan Allah SWT. Tanpa menanamkan suatu akidah yang kuat. Maka
anak tersebut akan tumbuh di atas kefasikan, penyimpangan dan kesesatan. Sebab
ia mungkin akan mudah goyah keimanannya ketika mendapat suatu cobaan dari Allah
SWT. Bahkan hawa nafsu pun mudah untuk menuntunnya untuk berbuat suatu
kejelekan dan mengikuti bisikan-bisikan setan.
Dalam suatu
dijelaskan :
حق الولد على والده
ان يحسن اسمه ويحسن موضعه ويحسن ادبه (رواه البيهقى(
“ Yang
termasuk hak dari seorang anak atas adalah memberi nama yang baik, memberinya
tempat yang baik, dan mengajarinya budi pekerti” (HR. Baihaqi)
Berdasarkan hadis di atas dapat disimpulkan bahwa para pendidik
terutama orang tua memiliki tanggung jawab yang besar dalam mendidik anak untuk
mengajarinya kebaikan dan prinsip-prinsip kesopanan.
Para pendidik
memiliki tanggung jawab dalam pendidikan anak mulai dari pembentukan akhlak
semenjak mereka kecil, seperti kejujuran, amanah, tolong menolong, menghormati
orang tua dan lain-lain.
Perbuatan Buruk
Abdullah Nashih
`Ulwan dalam Tarbiyatul Aulad Fil Islam mengutarakan bahwa pendidikan
yang baik menurut pandangan Islam yaitu ketika pendidikan tersebut menitik
beratkan terhadap suatu perhatian dan pengawasan terhadap pertumbuhan Anak.
Maka sudah seharusnya pada orang tua dan pendidik dan siapa pun yang menjadi
pemerihati pendidikan dan akhlak untuk menghindarkan anak pada empat hal yang dibawah
ini sebab merupakan perbuatan yang paling buruk, yaitu:
1.
Suka
Berbohong
2.
Suka
Mencuri
3.
Suka
Mencaci dan Mencela
4.
Kenakalan
dan penyimpangan.
Di antara empat kebisaan buruk di atas, kebiasaan suka
berbohong merupakan akhlak yang paling tercela. Sebab, sifat pembohong termasuk
dalam tanda-tanda orang munafik. Seperti yang dijelaskan dalam suatu hadis:
عن أبي هريرة عن النبي صلى الله عليه و سلم قال
: آية المنافق ثلاث إذا حدث كذب
وإذا وعد أخلف وإذا اؤتمن خان.
“ tanda-tanda orang munafik itu ada tiga: ketika berkata ia bohong, ketika
berjanji ia ingkar, dan ketika dipercaya ia berkhianat”
Setelah kita melihat dampak yang bisa
ditimbulkan oleh berbohong. Maka tidak ada alasan bagi para pendidik untuk
menjauhkan anak-anak dari sifat pembohong. Meskipun itu sifatnya untuk
kebaikan, seperti menenangkan ketiak menangis, menenangkan suatu perkara
kepadanya, atau menenangkan ketika
marah. Jika para pendidik melakukan hal-hal tersebut, maka sebenarnya
mereka telah membiasakan mereka untuk melakukan hal-hal yang buruk berupa
sebuah kebohongan. Disamping itu, kebohongan akan melemahkan suatu kepercayaan diri dan
melemahkan kepercayaannya di masyarakat.
Setelah kita
mengetahui bagaiman perlunya memahami konsep pendidikan yang diajarkan Islam,
khususnya pendidikan karakter. Sebeb, ketika kita lalai dalam mendidik akhlak
putra-putri kita, maka mereka akan melakukan penyimpangan dan prilaku yang
buruk. Kemudian merekan akan menjadi suatu acaman bagi keamanan dan ketentraman
di tengah masyarakat.
Oleh karena
itu, hendaknya kita selalu menanamkan keimanan yang kuat dalam mendidik anak.
Laksanakanlah kewajiban, kerahkanlah semua kekuatan dan laksanakanlah tanggung
jawab yang dibebankan kepada kita. Manakala kewajiban tersebut terlaksana
dengan baik, maka kita akan melihat anak-anak kita tumbuh menjadi bunga yang
wangi di dalam keluarga, bulan purnama yang bersinar terang di tengah
masyarakat, dan seperti malaikat yang berjalan di muka bumi dengan tenang.